Demolition (2016) (3,5/5)

Demolition (2016) (3,5/5) - Hallo sahabat nurchocolatey, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Demolition (2016) (3,5/5), kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel 2016, Artikel comedy, Artikel drama, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Demolition (2016) (3,5/5)
link : Demolition (2016) (3,5/5)

Baca juga


Demolition (2016) (3,5/5)


I mean, haven't you ever wanted to just smash the shit out of something?

RottenTomatoes: 52% | Metacritic : 49/100 | NikenBicaraFilm: 3,5/5

Rated :
Genre : Comedy, Drama

Directed by Jean-Marc Vallée ; Produced by Lianne Halfon, Russ Smith, Molly Smith, Trent Luckinbill, Sidney Kimmel, Jean-Marc Vallée, Thad Luckinbill, John Malkovich ; Written by Bryan Sipe ; Starring Jake Gyllenhaal, Naomi Watts, Chris Cooper, Judah Lewis ; Cinematography Yves Bélanger ; Edited by Jay M. Glen ; Production company Black Label Media, Sidney Kimmel Entertainment, Mr. Mudd ; Distributed by Fox Searchlight Pictures ; Release date September 10, 2015 (TIFF), April 8, 2016 (United States) ; Running time 101 minutes ; Country United States ; Language English ; Budget $10 million
Review / Resensi :

Dari Jean-Marc Vallee, sutradara yang sebelumnya sukses lewat Dallas Buyer Club (2013) dan Wild (2014), Demolition hadir dengan premis melankolis yang biasanya kerap mencuri perhatian saya: how we deal with our loss. Davis Mitchell (Jake Gyllenhaal) yaitu seorang investment banker yang bekerja di kantor ayah mertuanya sendiri Phil (Chris Cooper). Suatu hari istrinya Julia (Heather Lind) meninggal dunia sebab kecelakaan. Davis pun harus mendapatkan kenyataan pahit tersebut. Namun bukannya bersedih dengan menangis atas kepergian istrinya, ajal istrinya justru meninggalkannya dalam perasaan kosong. Hal ini membuatnya bertanya-tanya apakah ia bergotong-royong menyayangi istrinya? Ia kemudian bertemu dengan Karen (Naomi Watts) dan anaknya Chris (Judah Lewis). Lewat mereka, Davis mempelajari bagaimana bergotong-royong perasaannya dan bagaimana ia harus membangun lagi kehidupannya yang baru.

Demolition yang naskahnya dikerjakan Bryan Sipe punya premis yang bagi saya eksklusif sangat menarik. Jean-Marc Vallee mengolah kisah ini dengan menambahkan bumbu komedi ringan dan memang dari awal tidak berniat menjadikannya sebagai sebuah drama mendayu-dayu. At the first time, I feel emotionally attached with Davis. Apa yang Davis alami mungkin terdengar janggal dan tidak normal, because we supposes to be really sad when the people we love leave us forever. Kesedihan itu biasanya diekspresikan dengan menangis tersedu-sedu, namun terkadang sebagian orang sulit mengekspresikan perasaan itu. (Anyway, I remember I joked around with my friends and wasn't cry at all when my brother died. In fact I remember one of my friends said that I acted so weird laughing at my brother's funeral. That day I felt exactly what Davis feel in this movie: empty)

Ini bukan spoiler, tapi kita tahu bahwa Davis bergotong-royong berduka atas ajal istrinya. Hanya saja ia mempunyai cara yang berbeda dari kebanyakan orang dalam meluapkan perasaannya. Dalam hal ini, ia justru menulis uneg-unegnya melalui surat panjang kepada customer service sebuah perusahaan vending machine. Melalui surat tersebut, kita bisa mengetahui bagaimana Davis berusaha menganalisa dirinya dan hubungannya dengan istrinya. Istrinya kerap berkata bahwa Davis tidak "cukup perhatian" dan dalam satu kalimat bahkan Davis mengungkapkan bahwa ia merasa tidak terlalu mengenal istrinya. (Apakah ini terdengar aneh? Terkadang dikala kau ditinggal seseorang yang kau sayang dan kau berusaha mengingat seluruh kenangan-kenangan yang pernah kau miliki bersama, kadang kau menyadari bahwa betapa banyak kenangan perihal orang tersebut yang kau tidak bisa ingat. Dan itu membuatmu sangat sedih).

Film ini berjudul Demolition (penghancuran/pembongkaran), dan sepanjang film ini kita akan melihat bagaimana Davis mempreteli dan menghancurkan barang-barang. Bagi saya ini yaitu sebuah metafor bagaimana Davis hendak membangun kehidupan gres sesudah istrinya meninggal: dengan menghancurkan kenangan masa kemudian dan mulai menyusunnya dari awal. Ini terangkum dalam sebuah obrolan sebagai berikut:
"If you want to fix anything, you have to take it everything apart and figure out what is important. Repairing the human heart is like repairing an automobile. Just examine everything then you can put it all back together"
Bagaimana Davis mulai bertingkah gila dengan menghancurkan barang-barang juga bagi saya merupakan penyaluran emosi bagi Davis. Pernahkan kau merasa stress sehingga ingin menghancurkan barang-barang di sekitarmu? Saya merasa ini yang Davis alami. Ia hanya tidak cukup berakal untuk bikin analisa psikologis ibarat saya ini. Hehe. (*Spoiler*) Klimaksnya sendiri yaitu dikala ia menghancurkan rumahnya sendiri - yang menjadi simbol kehidupan ijab kabul antara dirinya dan istrinya. 

Oke, Sampai di sini Demolition terasa ibarat film yang benar-benar bagus. Namun sayangnya sesudah dimulai dengan cukup menarik, Demolition kemudian gagal untuk terus mempertahankan perhatian penonton. Jake Gyllenhaal memang menawarkan salah satu akting terbaiknya dan ia luar biasa tampan ibarat biasa. Ia juga menawarkan nyawa bagi huruf Davis sehingga kita bisa merasa gampang terkoneksi dengan karakternya yang complicated. Namun akting Jake Gyllenhaal tidak cukup menolong perkembangan jalinan ceritanya yang kemudian terasa datar. Unsur komedinya bahkan juga nggak lucu-lucu amat. Memasuki pertengahan film saya merasa sangat bosan dan mulai nonton sambil disambi main game hayday. Saya juga merasa kebingungan dengan hadirnya sosok Karen dan Chris dalam kehidupan Davis. Saya kesulitan memahami hakikat kehadiran kedua huruf tersebut - apa pentingnya dan apa dampaknya mereka bagi Davis? Fokus utama dari kekerabatan Davis dengan Karen yang kemudian bergeser ke kekerabatan Davis dengan Chris juga agak bikin galau dan ibarat kehilangan fokus. Untungnya film ini punya sebuah ending yang walaupun agak klise namun cukup manis sekaligus mengharukan. Plus ending credit song dari Half Moon Run berjudul Warmest Regards, dengan lirik dan melodi yang ibarat merangkum keseluruhan kisah Demolition ini sendiri. 
"I wait and I wait, to make a new start. New beginning. But it feels like the end," 
Overview:
Demolition punya premis yang terasa sangat personal bagi saya, sehingga film ini cukup bisa menciptakan saya merasa terikat secara emosional (do you realize how I review it?). Jake Gyllenhaal memberikan akting yang baik - lewat ekspresinya yang "kosong" tapi sekaligus terlihat merana dan melankolis. Tapi sayangnya film ini sendiri harus diakui sangat membosankan dan jalinan konfliknya terasa membingungkan. Hal ini menciptakan Demolition sendiri kemudian menjadi film yang medioker dan gampang dilupakan. What a shame. 


Demikianlah Artikel Demolition (2016) (3,5/5)

Sekianlah artikel Demolition (2016) (3,5/5) kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Demolition (2016) (3,5/5) dengan alamat link https://nurchocolatey.blogspot.com/2019/08/demolition-2016-355.html

0 Response to "Demolition (2016) (3,5/5)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel